Akuntansi Zakat

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam era dimana penanggungjawaban merupakan titik perhatian dalam masyarakat. kegunaan akuntansi akan semakin dirasakan. Fungsi akuntansi menjadi semakin penting, karena tujuan utama akuntansi adalah menyajikan informasi ekonomi dari suatu kesatuan ekonomi kepada pihak yang berkepentingan. lnforrnasi ekonomi yang dihasilkan akuntansi berbentuk laporan keuangan. dimana laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan. kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu organisasi bisnis yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Persoalannya sekarang adalah bagaimana kaitan antara zakat dengan akuntansi. Tidak lain adalah kita seharusnya dapat menggunakan informasi yang dihasilkan oleh akuntansi untuk keperluan zakat. Dimana diharapkan informasi akuntansi berguna dalam penghitungan zakat yang benar. Untuk itu diperlukan adanya penyesuaian pengukuran dan pengakuan sejumlah rekening-rekening pada laporan keuangan, karena tidak semua metode akuntansi yang biasa dipakai sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam.

B.     Rumusan Masalah
Rumusan Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Apa pengertian zakat?
2.      Bagaimana pengakuan dan pengukuran akuntansi zakat?
3.      Bagaimana penyajian dan pengungkapan akuntansi zakat?
4.      Apa saja batasan-batasan zakat?
5.      Bagaimana penyaluran dana zakat?

C.    Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui pengertian Zakat.
2.      Untuk mengetahui pengakuan dan pengukuran akuntansi zakat.
3.      Untuk pengetahui penyajian dan pengungkapan akuntansi zakat.
4.      Untuk mengetahui batasan-batasan zakat.
5.      Untuk mengetahui penyaluran dana zakat.















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Zakat
Zakat adalah sebagian harta yang wajib dikeluarkan oleh wajib zakat (Muzakki) untuk diserahkan kepada penerima zakat (mustahiq). Pembayaran zakat dilakukan apabila nisab dan haulnya terpenuhi dari harta yang memenuhi kriteria wajib zakat (PSAK 101 paragraf 71). Unsur dasar laporan sumber dan penggunaan dana zakat meliputi sumber dana, penggunaan dana, penggunaan dana selama satu jangka waktu, serta saldo dana zakat yang menunjukan dan azakat yang belum disalurkan pada tanggal tertentu (paragraf 72). Dalam hal ini, dana zakat tidak diperkenankan untuk menutup penyisihan kerugian aset produktif.

B.     Jenis Zakat
Berikut adalah jenis zakat.
1.      Zakat jiwa/ zakat fitrah
Adalah zakat yang diwajibkan kepada setiap muslim setelah matahari terbenam akhir bulan ramadhan. Lebih utama di bayar sebelum shalat ‘idul fitri, karena jika bayar setelah shalat ied, maka sifatnya seperti sedekah biasa bukan zakat fitrah. Sebagaimana sabda nabi muhammad SAW:
“Barang siapa mengeluarkan setelah shalat ied, maka itu zakat yang diterima. Danbarang siapa yang mengeluarkan setelah shalat ied, maka itu termasuk salah satu sedekah dari sedekah-sedekah biasa.”(H.R. Ibnu abbas).
Seorang muslim wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya, seperti istri, anak dan pembantunya yang muslim. Akan tetapi boleh bagi seorang istri atau anak dan pembantu membayar zakat sendiri.
Menurut jumhur ulama, syarat wajib zakat fitrah bagi fakir adalah adalah apabila ia memiliki kelebihan makanan pokok dari dirinnya sendiri dan orang lain yang menjadi tanggungannya di malam dan pada hari rayanya.kelebihan itu tidak termasuk rumah, perabotnya dan kebutuhan pokok lainnya termasuk binatang ternak yang di mamfaatkan, buku yang di pelajari ataupun perhiasan yang di pakainya. Akan tetapi jika telah melebihi dan memungkinkan untuk di jual dan di manfaatkan untuk zakat fitrah, maka membayar zakat fitrah hukumnya wajib karna ia mampu membayarnya.
2.      Zakat harta/zakat maal
Zakat harta adalah zakat yang boleh di bayar pada waktu yang tidak tertentu, mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta tamuan, emas dan perak serta hasil kerja propesi, yang masing-masing memiliki perhitungan sendiri-sendiri dan cukup nisab.

C.    Pengakuan dan Pengukuran Akuntansi Zakat
Berikut adalah pengakuan dan pengukuran akuntansi zakat.
1.      Penerimaan Zakat
a.       Penerimaan zakat diakui pada saat kas atau asset nonkas diterima
b.      Zakat yang diterima dari muzaki diakui sebagai penambah dana zakat sebesar:
1)      Jumlah yang diterima, jika dalam bentuk kas
2)      Nilai wajar, jika dalam bentuk nonkas.
c.       Penentuan nilai wajar asset nonkas  yang diterima menggunakan harga pasar. Jika harga pasar tidak tersedia, maka dapat menggunakan metode penentuan nilai wajar lainnya sesuai dengan SAK yang relevan.
d.      Jika muzaki menentukan mustahik yang menerima penyaluran zakat melalui amil, maka tidak ada bagian amil atas zakat yang diterima. Amil dapat memperoleh ujrah atas kegiatan penyaluran tersebut. Ujrah ini berasal dari muzaki, diluar dana zakat. Ujrah tersebut diakui sebagai penambah dana amil.
e.       Jika terjadi penurunan nilai asset zakat nonkas, maka jumlah kerugian yang ditanggung diperlakukan sebagai pengurang dana zakat atau pengurang dana amil bergantung pada penyebab kerugian tersebut.
f.       Penurunan nilai asset zakat diakui sebagai
1)      Pengurang dana zakat, jika tidak disebabkan oleh kelalaian amil
2)      Kerugian dan pengurang dana amil, jika disebabkan oleh kelalaian amil.
2.      Penyaluran zakat
a.       Zakat yang disalurkan kepada mustahik, termasuk amil, diakui sebagai pengurang dana zakat sebesar:
1)      Jumlah yang diserahkan, jika dalam bentuk kas.
2)      Jumlah tercatat, jika dalam bentuk asset nonkas.
b.      Efektivitas dan efisiensi pengelolaan zakat bergantung pada profesionalisme amil. Dalam konteks ini, amil berhak mengambil bagian dari zakat untuk menutup biaya operasional dalam rangka melaksanakan fungsinya sesuai dengan kaidah atau prinsip syariah dan tata kelola organisasi yang baik.
c.       Penentuan jumlah atau presentase bagian untuk masing-masing mustahik ditentukan oleh amil sesuai dengan prinsip syariah, kewajaran, etika, dan ketentuan yang berlaku yang dituangkan dalam bentuk kebijakan amil.
d.      Beban penghimpunan dan penyaluran zakat harus diambil dari porsi amil. Amil dimungkinkan untuk meminjam dana zakat dalam rangka menghimpun zakat. Pinjaman ini sifatnya jangka pendek dan tidak boleh melebihi satu periode (haul).
e.       Bagian dana zakat yang disalurkan untuk amil diakui sebagai penambah dana amil.
f.       Zakat telah disalurkan kepada mustahik nonamil jika sudah diterima oleh mustahik nonamil tersebut. Zakat yang disalurkan melalui amil lain, tetapi belum diterima oleh mustahik nonamil, belum memenuhi pengertian zakat telah disalurkan. Amil lain tersebut tidak berhak mengambil bagian dari dana zakat, namun dapat memperoleh ujroh dari amil sebelumnya. Dalam keadaan tersebut, zakat yang disalurkan diakui sebagai piutang penyaluran, sedangkan bagi amil yang menerima diakui sebagai liabilitas penyaluran. Piutang penyaluran dan liabilitas penyaluran tersebut akan berkurang ketika zakat disalurkan secara langsung kepada mustahik nonamil.
g.      Dana zakat yang diserahkan kepada mustahik nonamil dengan keharusan untuk mengembalikannya kepada amil\, belum diakui sebagai penyaluran zakat.
h.      Dana zakat yang disalurkan dalam bentuk perolehan asset tetap (asset kelolaan), misalnya rumah sakit, sekolah, mobil ambulan, dan fasilitas umum lain, diakui sebagai:
1)      Penyaluran zakat seluruhnya jika asset tetap tersebut diserahkan untuk dikelola kepada pihak lain yang tidak dikendalikan amil.
2)      Penyaluran zakat secara bertahap jika asset tetap tersebut masih dalam pengendalian amil atau pihak lain yang dikendalikan amil. Penyaluran dana bertahap diukur sebesar penyusutan asset tetap tersebut sesuai dengan pola pemanfaatannya.

D.    Penyajian dan Pengungkapan Akuntansi Zakat
Berikut adalah penyajian dan pengungkapan akuntansi zakat.
1.      Penyajian Akuntansi Zakat
Amil menyajikan dana zakat, infak/sedekah, dan amil secara terpisah dalam laporan posisi keuangan.
2.      Pengungkapan Akuntansi Zakat
Amil mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan transaksi zakat, tetapi tidak terbatas pada:
a.       Kebijakan penyaluran zakat, seperti penentuan skala prioritaspenyaluran zakat dan mustahik nonamil.
b.      Kebijakan penyaluran zakat untuk amil dan mustahik nonamil, seperti persentase pembagian, alas an, dan konsistensi kebijakan.
c.       Metode penentuan nilai wajar yang digunakan untuk penerimaan zakat berupa asset nonkas.
d.      Rincian jumlah penyaluran dana zakat untuk masing-masing mustahik.
e.       Penggunaan dana zakat dalam bentuk asset kelolaan yang masih dikendalikan oleh amil atau pihak lain yang dikendalikan amil, jika ada, diungkapkan jumlah dan persentase terhadap seluruh penyaluran dana zakat serta alasannya
f.       Hubungan pihak-pihak berelasi antara amil dan mustahik yang meliputi.
1)      Sifat hubungan
2)      Jumlah dan jenis asset yang disalurkan
3)      Persentase dari setiap asset yang disalurkan tersebut dari total penyaluran zakat selama periode.

E.     Batasan-Batasan (Nishab) Zakat.
Sebagai suatu kelebihan yang khas dalam agama Islam, zakat dikeluarkan setelah mencapai batas minimal atas kebutuhan yang dikeluarkan. Dengan kata lain, zakat dikeluarkan atas harta yang dimiliki oleh seseorang. Harta dalam Islam dapat menggolongkan pemiliknya ke dalam golongan orang-orang yang menurut pengertian zakat manakala telah memenuhi dua syarat, yaitu sebagai berikut.
1.      Harta itu telah sampai kepada batas minimal yang diistilahkan dengan nishab. Batas minimal ini diperkirakan untuk barang-barang komoditi seharga 20 dinar emas. Adapaun untuk hasil-hasil pertanian, jumhur fuqaha (kebanyakan ahli hukum Islam) berpendapat bahwa setiap tetumbuhan bumi yang ada zakatnya, tidak ada nizabnya yang tertentu.
2.      Pemilik harta tetap memiliki senisab ini dalam masa  satu tahun penuh selebihnya dari kebutuhan-kebutuhannya yang asli seperti tempat tinggal, makanan dan pakaian.
Dari ketentuan kewajiban pengeluaran zakat tersebut, maka dapat dirumuskan batasan-batasan yang harus diikuti dalam menentukan standar akuntansi zakat adalah sebagai berikut.
1.      Penilaian current exchange value (nilai tukar sekarang) atau harga pasar. Kebanyakan para ahli fiqh mendukung bahwa harta perusahaan pada saat menghitung zakat harus dinilai berdasarkan harga pasar.
2.      Aturan satu tahun. Untuk mengukur nilai asset, kalender bulan harus dipakai kecuali untuk zakat pertanian. Asset ini harus diberlakukan lebih satu tahun.
3.      Aturan mengenai independensi. Pengaturan ini berkaitan dengan standar yang diuraikan di atas. Zakat yang dihitung tergantung pada kekayaan akhir tahun. Piutang pendapatan yang bukan pendapatan tahun ini dan pendapatan yang dipindahkan ke depan tidak termasuk.
4.      Standar realisasi. Kenaikan jumlah diakui pada tahun yang bersangkutan apakah transaksi selesai atau belum. Dalam hal ini, piutang (transaksi kecil) harus dimasukkan dalam perhitungan zakat.
5.      Yang dikenakan zakat. Nisab (batas jumlah) harus dihitung menurut ketentuan (hadist), sehingga orang yang tidak cukup dari nisabnya maka tidak berkewajiban di tagih.
6.      Net total (gross) memerlukan net income. Setelah satu tahun penuh, biaya, utang, dan penggunaan keluarga harus dikurangkan dari income yang akan dikenakan zakat.
7.      Kekayaan dari aset. Setiap muslim yang memiliki harta atau kekayaan dalam batas waktu tertentu akan dihitung kekayaannya untuk dikenai zakat.



F.     Penyaluran Dana Zakat
Penyaluran dana zakat dibatasi pada 8 golongan (asnaf) yang sudah ditentukan oleh syariah sebagai berikut.
1.      Fakir yaitu orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
2.      Miskin yaitu orang yang tidak cukup penghidupannya, dan dalam keadaan kekurangan.
3.      Amil yaitu orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.
4.      Muallaf yaitu orang kafir yang ada harapan untuk masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam.
5.      Hamba sahaya (riqabyaitu untuk memerdekakan budak, mencakup juga untuk melepaskan orang muslim yang ditawan oleh oarang-orang kafir.
6.      Ghorimin yaitu orang-orang yang terlilit utang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya.
7.      Orang yang sedang barjihat (fisabililahyaitu untuk keperluan pertahanan dan kejayaan Islam dan kemaslahatan kaum muslimin.
8.      Ibnu Sabil yaitu orang-orang yang sedang dalam perjalanan bukan maksiat yang mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.










BAB III
PENUTUP
Zakat adalah sebagian harta yang wajib dikeluarkan oleh wajib zakat (Muzakki) untuk diserahkan kepada penerima zakat (mustahiq). Jenis zakat ada dua yaitu zakat jiwa/zakat fitrah dan zakat harta/zakat maal. Pengakuan dan pengukuran akuntansi zakat meliputi penerimaan Zakat dan penyaluran zakat. Penyajian akuntansi zakat yaitu Amil menyajikan dana zakat, infak/sadakah, dan Amil secara terpisah dalam laporan posisi keuangan. Sedangkan pengungkapan akuntansi zakat yaitu Amil mengungkapkan hal-hal terkait dengan transaksi zakat.
Batasan-batasan yang harus diikuti dalam menentukan standar akuntansi zakat adalah penilaian current exchange value, aturan satu tahun, aturan mengenai independensi, standar realisasi, yang dikenakan zakat, net total, dan kekayaan dari aset. Penyaluran dana zakat dibatasi pada 8 golongan yang sudah ditentukan oleh syariah antara lain fakir, miskin, Amil, muallaf, hamba sahaya, ghorimin, fisabilillah, dan Ibnu Sabil.












DAFTAR PUSTAKA
Dewan Standar Akuntansi Syariah Ikatan Akuntan Indonesia. 2016. Standar Akuntansi Keuangan Syariah. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia.
Fauziyah, Tika. “Akuntansi Islam Indonesia”. 5 Desember 2017. http://akuntansi-islam-indonesia.blogspot.co.id/.
Nurhayati, Sri. 2011. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Yahya, Rizal, dkk. 2014. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: Salemba Empat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perencanaan Ekonomi Dalam Islam

Sistem Operasional Bank Syariah