Tatanan Sosial Islami

BAB 1
PENDAHULUAN

1.        Latar belakang
Ibnu taimiyah dan pemikir islam lainnya menyatakan, pemerintahan merupakan institusi yang sangat dibutuhkan. Dalam menggambarkan dibutuhkannya sebuah negara, ia menyatakan: “Patut dicatat bahwa mengatur segala urusan masyarakat itu, merupakan salah satu hal penting yang diperukan (wajjibat) dalam agama (ad-din). Ad-din, sesungguhnya tak bisa dibangun tanpa itu. Seluruh anak cucu di dunia itu merupakan anak cucu Adam, yang tidak bisa disempurnakan urusannya, kecuali melalui organisasi masyarakat yang baik (ijtima’). Sebab, mereka saling membutuhkan pemimpin.”
            Ia memberi dua alasan dalam menetapkan negaa dan kepemimpinan negara itu sebagai kewajiban agama. Pertama, sabda Rasulllah SAW: “Jika tiga orang melakukan perjalanan bersama, mereka harus mengangkat seorang diantara mereka sebagai pemimpin.” Ketika mengutip hadist ini, dia menjelaskan: “Jika seseorang pemimpin di butuhkan dalam sebuah perjalanan yang secara temporer dilakukan dan hanya terdiri dari beberapa orang sungguh merupakan perintah untuk memiiki seorang pemimpin pula untuk mengatur sebuah asosiasi banyak orang yang sangat besar.”[1]

Ia lebih jauh menyatakan bahwa merupakan kewajiban bagi setiap orang muslim untuk mengajak berbuat baik dan mencegah perbuatan jahat. Tugas itu tak bisa di sempurnakan pelaksanaanya tanpa kekuatan (kuwwah) dan otoritas kepemipinan (imarah). Pelaksanaan yang sama dari kewajiban agama, seperti jihad (perang suci), keadilan, menunaikan ibadah haji dan ibadah wajib lainnya, membantu orang yang bersalah untuk mendapatkan jalan yang benar, dan menjamin adanya penghukuman sesuai dengan hukum (iqamah al hudud). Semua tugas ini tidak mungkin ditangani secara baik tanpa adanya pemerintahan dan kekuasaan.  Oleh karena itu, institusi pemerintahan dan negara sangat dibutuhkan dalam pandangan agama.

2.        Rumusan masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas yaitu.
  1. Apa itu  tatanan sosial islami?
  2. Bagaimana konsep negara sejahtera dalam islam?

3.        Tujuan makalah
Adapun tujuan pembuatan makalah ini sebagai berikut.
  1. Memaparkan tentang tatanan sosial islami.
  2. Menjelaskan konsep negara sejahtera dalam islam.



















BAB 2
PEMBAHASAN

1.        TATANAN SOSIAL ISLAMI
Tatanan sosial yaitu suatu lingkungan sosial dimana individu- individunya  saling berinteraksi atas dasar status dan peranan sosial yang diatur oleh seperangkat norma dan nilai. Sedangkan tatanan sosial islami itu sendiri yaitu suatu lingkungan sosia dimana individu- individunya saling berinteraksi atas dasar ketentuan islam (Al Quran, Hadist, Ijma, Qiyas)[2]
         Sebagai agama besar yang dianut oleh satu milyar lebih umat manusia, Islam telah membentuk masyarakat yang kuat dalam tatanan yang penting dan teratur yang disebut dengan masyarakat Islam. Sebagai masyarakat Islam yang berpedoman kepada akidah dan hukum Islam, maka seharusnya juga menjalani secara Islami yang disebut masyarakat Islami. Lalu apakah masyarakat Islami tersebut? Dan bagaimana karakteristik masyarakat Islami tersebut? Dan sejauh mana keluarga berperan dalam membentuk masyarakat Islami tersebut?.
Masyarakat Islami adalah masyarakat yang dibentuk berdasarkan etika Ketuhanan Yang Maha Esa yang bertopang pada :
a)        Menaati perintah Allah SWT yang dicerminkan dengan kasih sayang terhadap sesama anggota masyarakat.
b)         Bersyukur terhadap rahmad dan nikmat Allah SWT, segala puji-Nya semata, yang dicerminkan pada upaya mewujudkan kesejahteraan dan kemashalahatan masyarakat material dan spiritual, berlandasan pada kaidah – kaidah moral yang mulia,
c)        Rasa dekat dengan Tuhan yang dicerminkan dalam perasaan takut pada larangan – larangan-Nya yang akan membentuk sikap dan jiwa yang adil dan bertanggung jawab, menghindari tingkah laku curang dan menolak kejahatan dalam anggota masyarakat.

Didalam Islam terdapat 10 karakteristik Masyarakat Islam, yaitu :
a)      Masyarakat Islami adalah masyarakat terbuka, berdasarkan pengakuan pada keastuan umat dan cita – cita persaudaraan sesama manusia.
b)      Masyarakat Islami adalah masyarakat yang terpadu, integratif, dimana agama menjadi perekat yang menyatuhkan.
c)      Masyarakat Islami adalah masyarakat yang dinamis dan progresif, karena manusia diciptakan sebagai khalifah di muka bumi.
d)     Masyarakat Islami adalah masyarakat yang demokrasi, baik secara spiritual, sosial, ekonomi, maupun demokrasi politik.
e)      Masyarakat Islami adalah masyarakat yang berkeadilan, yang membentuk semua aspek dari keadilan sosial baik dibidang moral, hukum, ekonomi, dan politik yang telah ditetapkan dalam aturan dan kelembagaan yang telah disepakati.
f)        Masyarakat Islami adalah masyarakat yang berwawasan ilmiah, terpelajar, karena sangat menekankan pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
g)       Masyakat Islami adalah masyarakat yang disiplin, baik dalam ibadah maupun muamalah.
h)      Masyarakat Islami menentukan pada kegiatan keumatan yang memiliki tujuan yang jelas dan perencanaan yang sempurna.
i)        Masyarakat Islami membentuk persaudaraan yang tangguh, menekankan kasih sayang anatara sesama.
j)        Masyarakat Islami adalah yang sederhana, yang berkesinambungan.

Di dalam masyarakat Islami tentunlah terdapat unsur – unsur pribadi Islami dan keluarga Islami. Pribadi Islami adalah pribadi yang betaqwa dan selalu merasa diawasi oleh Allah SWT, yang membuat pribadi tersebut tidak berani untuk menyimpang dari ajaran – ajaran Allah SWT. Sedangkan keluarga Islami adalah keluarga yang anggota – anggotanya bukan hanya status keagamaannya sebagai muslim, tetapi juga menunjukan keislaman dalam kehidupan sehari – hari, baik dalam ibadah (hubungan kepada Allah) maupun dengan sesama anggota keluarga dan tetangga.
Jadi pendidikan dikeluarga adalah pendidikan awal dan utama bagi seorang manusia. Keluarga adalah pemberi pengaruh pertama pada anak manusia. Pengalaman hidup pada masa-masa awal umur manusia akan membentuk ciri khas, baik dalam tubuh maupunpemikiran yang bisa jadi tidak ada yang dapat mengubahnya sesudah masa itu. Disamping itu juga keluarga, sekolah dan masyarakat merupakan sendi-sendi pendidikan yang fundamental. Islam sebagai agama sekaligus hukum yang mengatur segala urusan di dunia ini telah mengajarkan cara-cara yang benar dalam membangun sebuah keluarga, yaitu keluarga islami. Membentuk dan membina keluarga islami merupakan cita-cita luhur setiap muslim. Keluarga islami adalah salah satu pondasi yang harus diwujudkan karena keluarga adalah salah satu unsur pembentuk masyarakat luas. Jika semakin banyak keluarga menerapkan konsep islami, maka diharapkansemakin mudah membentuk masyarakat islami.
Keluarga ini secara langsung memiliki andil dalammenentukan karakteristik masyarakat yang Islami. Dari keluarga Islami inilah lahir generasi – generasi manusia yang bermartabat dan memiliki rasa kasih sayang dansaling tolong – menolong diantara mereka. Dengan begitu akan terciptalah tatanan dari kehidupan masyarakat yang bercorak Islamiah, yang didukung keluarga – keluarga yang harmonis dan berkasih sayang karena memiliki pemikiran yang benar sebagai pondasinya.


2.        KONSEP NEGARA SEJAHTERA DALAM  ISLAM
Kesejahteraan dalam pandangan Islam bukan hanya dinilai dengan ukuran material saja; tetapi juga dinilai dengan ukuran non-material; seperti, terpenuhinya kebutuhan spiritual, terpeliharanya nilai-nilai moral, dan terwujudnya keharmonisan sosial.
Dalam pandangan Islam, masyarakat dikatakan sejahtera bila terpenuhi dua kriteria: Pertama, terpenuhinya kebutuhan pokok setiap individu rakyat; baik pangan, sandang, papan, pendidikan, maupun kesehatannya. Kedua, terjaga dan terlidunginya agama, harta, jiwa, akal, dan kehormatan manusia.
Dengan demikian, kesejahteraan tidak hanya buah sistem ekonomi semata; melainkan juga buah sistem hukum, sistem politik, sistem budaya, dan sistem sosial.
Allah Swt telah menjadikan agama ini sebagai dînul kâmil, agama yang sempurna. Syariahnya mengatur seluruh aspek kehidupan, baik politik, ekonomi, hukum, sosial, maupun budaya. Bila syariah diterapkan secara kaffah oleh Daulah Khilafah, niscaya kesejahteraan hakiki, akan terwujud dalam kehidupan ini.[3]
3.        Nilai-nilai Islam 
Hanya sebelas daripada nilai-nilai Islam yang banyak telah dipilih untuk dijadikan asas dasar ini. Nilai-nilai tersebut ialah: 
  1. Amanah; 
  2.  Tanggungjawab; 
  3.  Ikhlas; 
  4.  Dedikasi; 
  5.  Sederhana; 
  6.  Tekun; 
  7.  Bersih; 
  8.  Berdisiplin; 
  9.  Bekerjasama; 
  10.  Berbudi Mulia; dan 
  11.  Bersyukur.
Sebelas nilai ini dipilih kerana ia merupakan unsur-unsur yang boleh diterima sebagai kunci kepada kejayaan dalam menjalankan urusan-urusan kehidupan terutamanya dalam pentadbiran sesebuah negara.
Bagaimanakah nilai-nilai Islam ini boleh dihayati? Berikut ialah takrif/pandangan mengenai sikap dan budaya kerja berdasarkan nilai-nilai Islam yang ingin diterapkan ke dalam pentadbiran awam.
  1. Amanah  
                    i.            Menyedari hakikat bahawa tugas adalah amanah yang perlu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya;
                  ii.            Mempunyai pengetahuan dan kemahiran yang diperlukan bagi  menjalankan tugas yang dipertanggungjawabkan;
                iii.            Menghindarkan dengan rela hati kepentingan diri dari mengatasi
kepentingan tugas; 
                iv.             Menentukan tiada penyelewengan dalam tugas sama ada dari segi
masa, kuasa, sumber wang dan peralatan serta tenaga kerja; dan 
                  v.            Mengutamakan kepentingan awam sebagai teras perkhidmatan.
  1. Tanggungjawab 
    (i)  Menerima hakikat akauntabiliti akhir adalah terhadap Tuhan, di
    samping pekerjaan dan majikan; 
    (ii)  Melakukan tugas dengan kesedaran terhadap implikasi baik dan
    buruknya iaitu sentiasa waspada dan jujur; 
    (iii)  Bersedia berkhidmat dan menghulurkan bantuan bila-bila sahaja
    diperlukan; 
    (iv)  Bercita-cita untuk tidak mengkhianati kepentingan organisasi/
    instutusi/awam dalam menjalankan tugas; dan 
    (v)  Bersedia menjaga maruah agama, bangsa dan negara. 
  2. Ikhlas 
    (i)  Berhati mulia dalam melaksanakan tugas tanpa mengharapkan 
      balasan dari manusia; 
    (ii)  Mempunyai niat bertugas kerana Tuhan, kerana mencari rezeki yang 
      halal serta mencari keredhaannya; dan 
    (iii)  Mengikis sebarang unsur "kepentingan diri" dalam melaksanakan 
      tugas sebagai asas pengisian amanah. 
  3. Dedikasi 
    (i)  Kesetiaan yang tinggi kepada tujuan organisasi di bawah
    peraturan-peraturan yang ada; 
    (ii)  Komited kepada sebarang perubahan yang positif dan kepada 
    kebaikan; 
    (iii)  Sedia mengubah sikap demi kebaikan bersama dan tugas; 
    (iv)  Sedia memulakan pembaikan; dan 
    (v)  Berinisiatif dan proaktif dalam melaksanakan tugas harian. 
  4. Sederhana 
    (i)  Menjamin perseimbangan equilibrium dalam diri dan tugas; 
    (ii)  Keseimbangan dalam membuat keputusan dengan mengambil kira fakta -fakta yang terdapat dalam alam sekitar; 
    (iii)  Rajin mempelajari pengetahuan dan kemahiran yang berkaitan untuk  membaiki cara bekerja; 
    (iv)  Berusaha gigih untuk menghasilkan kerja yang memuaskan pihak- pihak yang berharap kepadanya; dan 
    (v)  Berusaha gigih bagi memperbaiki hasil kerja  sehingga mencapai tahap cemerlang. 
  5. Tekun 
    (i)  Berusaha bersungguh-sungguh untuk mencapai kesempurnaan dalam
    tugas dan kehidupan; 
    (ii)  Berusaha meninggikan imej perkhidmatan dan organisasi; 
    (iii)  Rajin mempelajari pengetahuan dan kemahiran yang berkaitan untuk
    membaiki cara bekerja; 
    (iv)  Berusaha gigih untuk menghasilkan kerja yang memuaskan pihak-
    pihak yang berharap kepadanya; dan 
    (v)  Berusaha gigih bagi memperbaiki hasil kerja sehingga mencapai
    tahap cemerlang. 
  6. Bersih 
    (i)  Mengamalkan kebersihan hati dalam menjalankan tugas seharian; 
    (ii)  Mengamalkan kebersihan pakaian, bangunan dan alam sekitar
    sebagai satu cara hidup; 
    (iii)  Bersih dalam pemilikan harta dan perjalanan tugas; 
    (iv)  Membuat pertimbangan yang teliti dan adil dalam membuat
    keputusan; 
    (v)  Berkhidmat demi kebajikan semata-mata; dan 
    (vi)  Menjauhi hawa nafsu dan emosi dari mempengaruhi pekerjaan dan
    pemikiran dalam membuat keputusan. 
  7. Berdisiplin 
    (i)   Mengetahui priority dan mengutamakan yang lebih utama; 
    (ii)  Menilai tinggi masa dan janji; 
    (iii) Mengamalkan cara bekerja yang kemas dan terancang; dan 
    (iv) Mempunyai etika kerja dan profesionalisme yang tinggi. 
  8. Bekerjasama 
    (i)  Mengamalkan sikap tolong-menolong dalam melaksanakan kerja; 
    (ii)  Sentiasa secara sukarela menyertai aktiviti-aktiviti organisasi
    sebagai sebahagian daripada usaha mempertingkatkan semangat kerjasama; 
    (iii)  Mengutamakan kepentingan organisasi dan pasukan di tempat kerja
    daripada kepentingan peribadi; 
    (iv)  Mengamalkan permuafakatan dalam semua perkara kepentingan
    bersama; dan 
    (v)  Mengelakkan konflik kepentingan berdasarkan peribadi:
    Mengorbankan kepentingan diri yang bercanggah dengan kepentingan organisasi, agama, bangsa dan negara. 
  9. Berbudi Mulia 
    (i)  Bermanis muka sepanjang masa; 
    (ii)  Bertimbang rasa dan bertolak-ansur; 
    (iii)  Menghormati rakan sejawat dan pelanggan/pelawat; dan 
    (iv)  Sentiasa memulakan 'pertanyaan' dengan tujuan untuk menolong 
    pelanggan/pelawat. 
  10. Bersyukur 
    (i)  Bersyukur kerana dapat melakukan tugas untuk menjamin
    kesejahteraan hidup sebagai seorang anggota masyarakat; 
    (ii)  Berkecenderungan melihat keadaan dengan lebih positif sehingga
    menggerakkan untuk lebih berusaha gigih; 
    (iii)  Menghayati budaya kerja yang bersopan dan tidak bertentangan
    dengan kehendak agama (nilai-nilai agama dan kerohanian); 
    (iv)  Tidak berbangga dengan kedudukan dan pangkat; 
    (v)  Tidak membazirkan perbelanjaan untuk perkara yang sia-sia; 
    (vi)  Berkhidmat sebagai ibadah; dan 
    (vii)  Bercita-cita menjadi manusia yang mempunyai sumbangan yang
    banyak kepada masyarkat, negara dan agama. 



BAB 3
PENUTUP
Islam merupakan agama yang syumul (menyeluruh), artinya dalam aspek kehidupan manusia, islam telah mengaturnya. Mulai dari hal yang terkecil dalam kehidupan sehari- hari hingga hal yang  besar dan kompleks dalam kehidupan manusia, tak tekecuali masalah kenegaraan. Hal tentanng ketatanegaraan ini memang tidak banyak disebutkan secara langsung dalam Al-Quran, namun Rasuullah SAW  mencontohkan langsung dalam penerapan kehidupan. Jadi islam juga mempunyai nilai- nilai yang berkaitan dengan ketatanegaraan.




DAFTAR PUSTAKA


Solahudin, Muhammad.2007. asas- asas ekonomi islam.Jakarta:Rajagrafindo.
Shihab, Quraish.2015.Wawasan Al-Quran; Tafsir Maudhlui Atas Berbagai Persoalan Umat. Edisi E-book, hal. 131
Pasarakan, Agus.2016. Negara Islam ditinjau dari Al-Qur’an dan As-Sunnah,http://blogs.garutleather.com/2010/07/27/negara-islam-ditinjau-dari-al-quran-dan-as-sunnah/




[1] M. Solahudin, asas-asas ekonomi islam (Jakarta:2007) hlm. 215
[2] Agus Pasarakan, Negara Islam ditinjau dari Al-Qur’an dan As-Sunnah,http://blogs.garutleather.com/2010/07/27/negara-islam-ditinjau-dari-al-quran-dan-as-sunnah/

[3] Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran; Tafsir Maudhlui Atas Berbagai Persoalan Umat. Edisi E-book, hal. 131

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perencanaan Ekonomi Dalam Islam

Sistem Operasional Bank Syariah