Jual Beli Salam dan Implementasinya



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Jual Beli Salam
Salam menurut bahasa berarti menyegerakan dan mendahulukan pembayaran.Syara’ mengartikan jual beli salam dengan membeli barang yang ditangguhkan penyerahannya dengan pembayaran terlebih dahulu. Pemilik uang, baik uang kartal maupun uang giral disebut muslimatau  rabbus salam, pemilik barang yang ditangguhkan disebut muslam ilaihi. Barangnya, seperti gandum atau anggur disebut muslam fihi, dan harga yang telah dibayar disebut ra’sumajlis salam.[1]
Adapun menurut istilah, jual beli salam adalah sebagai berikut salam disebut juga dengan perkataan salaf yaitu akad jual beli barang pesanan antara pembeli dan penjual dengan pembayaran dilakukan dimuka pada akad dan pengiriman barang dilakukan pada saat akhir kontrak. Barang pesanan harus jelas spesifikasinya.
Spesifikasi barang pesanan telah disepekati oleh pembeli dan penual diawal akad.Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati.Jika barang pesanan yang dikirim tidak sesuai dengan spesifikasi yang tertuang dalam akad, maka bank syariah dapat mengembalikannya pada penjual.Bila barang pesanan pada saat diterima oleh bank harganya lebih rendah dibanding harga pada saat akad, maka selisihnya merupakan kerugian pembeli (bank syariah).Sebaliknya, bila harga barang pesanan pada saat diterima lebih tinggi, maka selisihnya diakui sebagai keuntungan salam.[2]
Jual beli salam menurut kesepakatan ulama fiqih tergolong jual beli yang banyak mengandung maslahat. Hal ini karena himah disyariatkannya salam adalah untuk memelihara kemanfaatan umum dan membantu penjual untuk memenuhi kebutuhannya.
Salam pun dapat bermanfaat bagi pembeli sebab ia memerlukan laba untuk menafkahi diri dan keluarganya. Keperluan tersebut dapat dicapai dengan mudah karena menjalankan jual beli salam itu sudah tentu dengan harga yang lebih rendah sehingga dapat menguntungkan pembeli.
Karena kemaslahatan inilah, salam disyariatkan untuk menghilangkan penderitaan dan kesulitan akan melanda sebagian mahluk Allah. Hal ini sesuai dengan prinsip-prinsip syariah islam yang mulia, yaitu tidak mempersukar dan menolak kesulitan-kesulitan bagi umatnya.[3]

B.     Hukum Jual Beli Salam
Hukum jual beli salam terdapat dalam al-Quran dan al-hadits.
1.    Al-Qur’an
يَأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُؤاْ اِذَاتَدَايَنْتُمْ بِدَ يْنٍ اِلَئ أَجَلٍ مُّسَمَّئ فَاُكْتُبُؤْهُ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya...” (al-Baqarah:282)

Dalam kaitan ayat tersebut, Ibnu Abbas menjelaskan keterkaitan ayat tersebut dengan transaksi bai’ as-salam.Hal ini tampak jelas dari ungkapan beliau, “saya bersaksi bahwa salaf (salam) yang dijamin untuk jangka waktu tertentu telah di halalkan oleh Allah pada kitab-Nya dan diijinkan-Nya. “Ia lalu membaca ayat tersebut diatas”.

2.      Al-Hadits
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasullah SAW. Datang ke Madinah dimana penduduknya melakukan salaf (salam) dalam buah-buahan (untuk jangka waktu) satu, dua, dan tiga tahun. Beliau berkata,



مَنْ اَسْلَفَ فِيْ شَئْ فَفِيْ كَيْلٍ مَعْلُؤْمٍ وَوَزْنٍ مَعْلُمٍ اِلَئ اَجَلٍ مَعْلُوْمٍ
“Barang siapa yang melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui.”

Dari Shuhaib r.a bahwa Rasullah SAW bersabda,
“Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.”  (HR. Ibnu Majah)[4]

C.    Rukun dan Syarat-Syarat Jual Beli Salam
Sebagaimana telah dikemukakan di muka bahwa salam merupakan salah satu bentuk jual beli. Oleh karena itu, semua rukun jual beli juga merupakan rukun salam, dan syarat jual beli juga merupakan syarat salam.[5] Transaksi salam akan sah bila memenuhi rukun dan syarat sebagai berikut.
1.      Muslam (pembeli)
Pembeli, dalam akad salam paralel adalah bank dan pembeli akhir barang (nasabah). Bank sebagai pembeli pada saat akad, kemudian pada saat yang sama bank mencari pembeli yang akan membeli produk itu. Pembeli harus cakap hukum dan tidak ingkar janji atas transaksi yang telah disepakati.
2.      Muslam Ilaih (penjual)
Penjual merupakan pihak yang menyediakan barang. Penjual disyaratkan harus cakap hukum dan tidak boleh ingkar janji.
3.      Hasil Produksi / barang yang diserahkan (Muslam fihi).
Hasil produksi merupakan objek barang yang akan diserahkan pada saat akhir kontrak oleh penjual sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan dalam akad. Hasil produksi tidak termasuk dalam kategori barang yang dilarang (barang najis, haram, sama/tidak jelas/syubhat) atau barang yang dapat menimbulkan mudaratan.
4.      Harga
Harga disepakati pada saat awal akad antara pembeli dan penjual, dan pembayarannya dilakukan pada saat awal kontrak. Harga barang harus jelas ditulis dalam kontrak, serta tidak boleh berubah selama masa akad.[6]
5.      Sighat yaitu ijab dan qabul.
Ijab menurut Hanafiah, Malikiyah, dan Hanabilah menggunakan lafal salam, salaf, dan bai’ seperti ucapan pemesan atau rabbus-salam: “saya pesan kepadamu barang ini”, lalu dijawab oleh pihak lain yaitu orang yang dimintai pesanan (muslam ilaih): “saya terima pesanan itu”. Akan tetapi, menurut Imam Zufar dan Syafi’iyah, salam tidak sah kecuali menggunakan lafal salam dan salaf. Untuk lafal bai’ dikalangan syafi’iyah ada dua pendapat, sebagian mengatakan tidak sah karena salam bukan jual beli, tetapi sebagian lagi mengatakan boleh (sah) karena salam itu merupakan salah satu bagian dari jenis-jenis jual beli.[7] Ijab kobul ini biasanya telah dituliskan dalam formulir yang disiapkan oleh bank syariah, sehingga dalam praktinya bank dapat membacakan ijab kobul dengan menandatanganinya.[8]





D.    Aplikasi Pembiayaan Salam dan Ilustrasinya
Berikut adalah aplikasi pembiayaan salam dan ilustrasinya.
1.      Aplikasi Pembiayaan Salam
a.      Tujuan Pembiayaan Salam
Pembiayaan  salam diutamakan untuk pembelian dan penjualan hasil produksi pertanian, perkebunan, dan peternakan. Petani dan peternak pada umumnya membutuhkan dana untuk modal awal dalam melaksanakan aktifitasnya, sehingga bank syariah dapat memberikan dana pada saat akad. Setelah hasil panen, maka nasabah akan membayar kembali. Dengan melakukan transaksi salam, maka petani dan peternak dapat mengambil manfaat tersebut.
b.      Hasil Produksi
Hasil produksi dari pertanian, perkebunan, dan peternakan harus diketahui dengan jelas ciri-cirinya dan bersifat umum seperti, jenis, macam, ukuran, kualitas, dan kuantitasnya. Hasil produksi yang diterima harus sesuai dengan spesifikasi yang telah diperjanjikan. Apabila terjadi kekeliruan atau cacat, maka produsen harus bertanggung jawab.
c.       Harga
Ketentuan harga jual ditetapkan di awal perjanjian dan tidak boleh berubah selama jangka waktu perjanjian. Harga dalam jual beli antara bank syariah dan nasabah produsen lebih rendah dibanding harga jual beli antara bank dan pemesan barang. Selisih harga antara bank dan produsen dengan harga antara bank dan pemesan menjadi keuntungan salam.
d.      Jangka Waktu
Jangka waktu salam adalah jangka pendek, yaitu paling lama satu tahun.[9]

2.      Ilustrasi Pembiayaan Salam
Berikut adalah ilustrasi pembiayaan salam.
Pembiayaan salam dilakukan oleh bank syariah untuk pembiayaan pada sektor pertanian, perkebunan, dan peternakan. Untuk mempermudah pemahaman pembiayaan salam, maka di bawah ini adalah ilustrasinya.
Misalnya, Anton (petani) sedang membutuhkan dana untuk menanam padi. Anton mengajukan pembiayaan kepada bank syariah. Sebelum memberikan pembiayaan kepada Anton, bank syariah menawarkan padi kepada PT Bima dengan harga Rp 6.000,-/kg. PT Bima setuju akan membeli 10 ton padi dengan harga Rp 6.000,-/kg, yang mana padi ini akan dikirimkan pada tanggal 01 Sepetember 2010. Pada tanggal 01 Mei 2010, bank syariah membeli 10 ton padi dari Anton dengan harga Rp 5.000,-/kg. bank syariah melakukan pembayaran pada saat akad salam yaitu tanggal 01 Mei 2010, namun padinya akan dikirimkan oleh Anton pada tanggal 01 September 2010 sesuai akad. Pembayaran oleh PT Bima dilakukan pada tanggal 01 September  2010.
Dari contoh tersebut, maka keuntungan bank syariah atas transaksi salam paralel ini adalah sebesar Rp 10.000.000,-dengan perhitungan sebagai berikut.[10]



Harga beli dari Anton                   : 10.000 kg x Rp 5.000,-         = Rp 50.000.000,-
Harga jual kepada PT Bima          : 10.000 kg x Rp 6.000,-         = Rp 60.000.000,-   
Margin keuntungan salam                                                 = Rp 10.000.000,-
      Keuntungan sebesar Rp 10.000.000,- itu diperoleh bank syariah untuk jangka waktu mulai dari 01 Mei 2010 hingga 01 September 2010.[11]

E.     Perbedaan Antara Jual Beli Salam dan Jual Beli Biasa
Semua syarat-syarat dasar suatu akad jual beli biasa masih tetap ada pada jual beli salam. Namun ada beberapa perbedaan antara keduanya, misalnya.
1.      Dalam jual beli salam, perlu ditetapkan periode pengiriman barang, yang dalam jual beli biasa tidak perlu.
2.      Dalam jual beli salam, komoditas yang tidak dimiliki oleh penjual dapat dijual, yang dalam jual beli biasa tidak dapat dijual.
3.      Dalam jual beli salam, hanya komoditas yang secara tepat dapat ditentukan kualitas dan kuantitasnya yang dijual, yang dalam jual beli biasa, segala komoditas yang dapat dimiliki bisa dijual, kecuali yang dilarang oleh Al-Qur’an dan Hadis.
4.      Dalam jual beli salam pembayaran harus dilakukan ketika membuat kontrak, yang dalam jual beli biasa, pembayaran dapat ditunda atau dapat dilakukan ketika pengiriman barang berlangsung.[12]



BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Jual beli salam menurut kesepakatan ulama fiqih tergolong jual beli yang banyak mengandung maslahat. Hal ini karena himah disyariatkannya salam adalah untuk memelihara kemanfaatan umum dan membantu penjual untuk memenuhi kebutuhannya. Salam pun dapat bermanfaat bagi pembeli sebab iya memerlukan laba untuk menafkahi diri dan keluarganya. Keperluan tersebut dapat dicapai dengan mudah karena menjalankan jual beli salam itu sudah tentu dengan harga yang lebih rendah sehingga dapat menguntungkan pembeli.

B.      Saran
Jual beli salam dapat dilaksanakan di segala hal yang tidak dilarang oleh Allah swt, dan itu menjadikan peluang yang besar bagi umat islam untuk memajukan ekonomi salah satunya dengan cara jual beli salam. Selain itu perlu diberikan pemahaman tentang jual beli salam agar tidak saling curiga dan saling percaya antara penjual dan pembeli.











DAFTAR PUSTAKA
        Arif Zulbari.

        Ahmad Wardi Muslich. 2010. Fiqh Muamalat. Amzah. Cet. 2. Jakarta.
        Ismail. 2011. Perbankan Syariah. Kencana. Cet. 1. Jakarta.
        Mardani. 2012. Fiqh Ekonomi Syariah. Kencana. Cet. 1. Jakarta.
        Muhammad Syafi’i Antonio. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Gema Insani. Cet. 1. Jakarta.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perencanaan Ekonomi Dalam Islam

Tatanan Sosial Islami